;
Showing posts with label SEJARAH. Show all posts
Showing posts with label SEJARAH. Show all posts

Sunday, 24 March 2013

Ekspedisi Daun Khabbath

Sunday, 24 March 2013

 ABU Ubaidillah bertanya-tanya dalam hati. Ada apakah gerangan hari ini Rasulullah memanggilnya? Ia memang selalu mendapat panggilan dari Rasulullah untuk menangani suatu urusan, namun kabarnya sekarang ini, Abu Ubaidah mendengar bahwa Rasullah telah menyiapkan lebih dari tiga ratus orang prajurit untuk menemaninya dalam tugas itu. Ya, sepertinya ini akan menjadi sesuatu yang penting dan berat.

Ketika dilihatnya Rasulullah, ia segera menghampiri orang yang dikasihinya itu. Sudah terkenal di semua orang bahwa tidak ada yang bisa mengalahkan kecintaan Abu Ubaidah kepada Rasulullah. Peristiwa yang paling terkenal adalah ketika Perang Uhud Abu Ubaidah mencabut  dua buah mata rantai baju besi penutup kepala Rasulullah menancap di kedua belah pipinya. Usahanya itu mengakibatkan gigi manisnya patah, dan sejak saat itu,  Abu Ubadiah mendapat sebutan Abu Ubaidah yang ompong.


Ternyata benar kiranya Rasulullah menugaskan Abu Ubaidillah untuk suatu tugas. Tugas yang bukan main beratnya. Seperti yang telah ia dengar sebelumnya, ia akan memimpin lebih dari tiga ratus orang untuk mencari Daun Khabath. Kelak peristiwa ini terkenal sebagai “Ekspedisi Daun Khabath”.

Mungkin orang lain akan mengerutkan kening dan mungkin pula akan dengan secara halus menolaknya. Kenapa? Pasukan itu dibekali perbekalan yang sangat sedikit. Hanya sebakul kurma. Sebakul kurma? Ya untuk tiga ratus orang lebih, dan mereka semua tidak pernah tahu sejauh mana perjalanan yang akan mereka tempuh. Mereka tidak tahu seberat apa perjalanan yang akan mereka lalui. Hanya orang-orang yang penuh dengan keimanan dan kepercayaan yang bisa mengemban tugas ini. Dan itulah yang terjadi pada Abu Ubaidillah. Di wajahnya tampak rona yang berseri-seri menandakan ia sangat senang akan tugas yang dibebankan kepadanya itu.

Maka dimulailah segera ekspedisi itu. Dengan persiapan yang seadanya namun dengan tekad yang membara merekapun pergi.

Kepergian itu diwarnai dengan kesungguhan tekad. Sepeanjang perjalanan, yang terdengar hanya canda tawa yang senantiasa menjaga semangat itu untuk terus membara. Tapi sebenarnya semua orang pun tahu, mereka sama sekali tidak mempunyai perbekalan yang cukup.

Hari pertama itu, masing-masing prajurit hanya dibekali dengan segenggam biji kurma. Siapapun yang ikut dalam perjalanan itu berusaha untuk menghemat perbekalannya. Namun hari terus berlalu, dan tampaknya perjalanan masih sangat jauh. Tujuan masih belum tergapai. Setiap hari, satu biji kurma berkurang dalam masing-masing genggaman.

Lama kelamaan persediaan makin menyusut. Abu Ubaidah yang memimpin rombongan itu masih terlihat tenang-tenang saja. Ia sangat yakin dengan pasukan yang ia bawa itu. Ia yakin, mereka semua akan menyelesaikan perjalanan itu dengan baik.

Namun sampailah pada hari dimana kurma hanya tinggal satu biji lagi di dalam genggaman masing-masing orang. Semua orang berpandangan. Setiap kali beristirahat beberapa orang di antara mereka melirik ke arah Abu Ubaidillah seakan bertanya; bagaimana dengan persedian kita hari ini?

Abu Ubaidah bukannya tidak tanggap dengan kekhawatiran sebagian prajuritnya. Hari itu hari terakhir kurma akan habis. Apa yang dikatakan Abu Ubaidah kepada para prajuritnya?

“Tahukah kalian,” Ujarnya. “Kenapa kita semua yang dipilih oleh Rasulullah untuk menjalankan tugas ini?”
    Semuanya hanya memandanginya saja. Tiada ada yang berkomentar. Abu Ubaidah kembali berkata, “Karena kitalah orang-orang yang telah dipilih oleh Rasulullah. Kita lah orang-orang yang diyakini akan mampu mengemban tugas ini sampai berhasil.”

Semua orang masih belum bersuara juga.

“Aku tahu kita sudah kekurangan bahan makanan. Persediaan kita.” Abu Ubaidah meneruskan, “Kuharap dan kuminta, tidak ada seorang pun yang akan berkata bahwa akan ada bantuan dan pertolongan begitu saja datang kepada kita karena kita sedang melakukan tugas dari Rasulullah.”

“Maksudmu apa, ya Abu Ubadiah?” Salah seorang dari mereka bertanya.

“Kita akan mencari sendiri bahan makanan kita. Kita akan mendapatkan sendiri persedian untuk kita agar kita terus bisa melaksanakan tugas ini sampai berhasil.”

Setiap orang memandang Abu Ubaidillah. Mereka mulai mengerti.

“Kita akan mencari sesuatu. Mulai dari sekarang juga. Memang jumlah kita banyak. Tapi jangan ada satupun orang dari kita yang mengangankan bahwa pertolongan akan datang begitu saja. Aku sendiri yang akan terus memimpin kalian untuk mencari persedian makan kita.”

Semua orang berteriak semangat kini. Gairah mereka timbul kembali. Maka, ketika itu juga mereka semua menyebar mencari apa saja yang bisa dipergunakan untuk bahan makanan mereka. Akhirnya mereka menemukan daun kayu yang disebut Khabath. Mereka menumbuknya hingga halus seperti tepung dengan menggunakan senjata mereka. Daun-daun yang telah halus mereka jadikan makanan. Namun ternyata mereka juga bisa menggunakannya sebagai air minum. Itulah sebabnya ekspedisi ini disebut sebagai “Ekspedisi Daun Khabath.”

Pasukan terus maju tanpa menghiraukan lapar dan dahaga. Dan tak ada tujuan mereka kecuali menyelesaikan tugas mulai bersama panglima mereka yang kuat lagi terpercaya. Panglima yang menyuruh mereka untuk tidak pernah berharap yang tidak-tidak di saat-saat genting sekalipun. Itulah Abu Ubaidillah. []

Diambil dari buku Peri Hidup Nabi & Para Sahabat, Kisah-Kisah Yang Menyentuh & Menggetarkan Jiwa

SEGARKAN MATA - 05:11

Tuesday, 19 March 2013

Awal Mula Qunut Nazilah & Peristiwa Bi’r Ma’unah

Tuesday, 19 March 2013

Penulis: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar

Sebuah peristiwa tragis kembali menimpa kaum muslimin. 70 shahabat pilihan yang merupakan para qurra` (ahli membaca Al-Qur`an, yakni ulama) dibantai dengan hanya menyisakan satu orang saja. Peristiwa ini mengguratkan kesedihan yang mendalam pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliaupun mendoakan kejelekan kepada para pelakunya selama satu bulan penuh. Inilah awal mula adanya Qunut, namun tentu saja bukan seperti yang dipahami oleh masyarakat kebanyakan di mana dilakukan terus menerus setiap Shalat Shubuh.
Pada bulan Shafar tahun keempat hijriah, peristiwa ini terjadi. Ketika itu datang Abu Barra` ‘Amir bin Malik menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah, kemudian oleh beliau diajak kepada Islam. Ia tidak menyambutnya, namun juga tidak menunjukkan sikap penolakan.

Kemudian dia berkata: “Wahai Rasulullah, seandainya engkau mengutus shahabat-shahabatmu kepada penduduk Najd untuk mengajak mereka kepada Islam, aku berharap mereka akan menyambutnya.”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Aku mengkhawatirkan perlakuan penduduk Najd atas mereka.” Tapi kata Abu Barra`: “Aku yang menjamin mereka.”

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus 70 orang shahabat ahli baca Al-Qur`an, termasuk pemuka kaum muslimin pilihan. Mereka tiba di sebuah tempat bernama Bi`r Ma’unah, sebuah daerah yang terletak antara wilayah Bani ‘Amir dan kampung Bani Sulaim. Setibanya di sana, mereka mengutus Haram bin Milhan, saudara Ummu Sulaim bintu Milhan, membawa surat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Amir bin Thufail. Namun ‘Amir bin Thufail tidak menghiraukan surat itu, bahkan memberi isyarat agar seseorang membunuh Haram. Ketika orang itu menikamkan tombaknya dan Haram melihat darah, dia berkata: “Demi Rabb Ka’bah, aku beruntung.”

Kemudian ‘Amir bin Thufail menghasut orang-orang Bani ‘Amir agar memerangi rombongan shahabat lainnya, namun mereka menolak karena adanya perlindungan Abu Barra`. Diapun menghasut Bani Sulaim dan ajakan ini disambut oleh ‘Ushaiyyah, Ri’l, dan Dzakwan. Merekapun datang mengepung para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu membunuh mereka kecuali Ka’b bin Zaid bin An-Najjar yang ketika itu terluka dan terbaring bersama jenazah lainnya. Dia hidup hingga terjadinya peristiwa Khandaq.

Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Fathul Bari juga memaparkan kisah yang disebutkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya, antara lain beliau mengatakan:

“Bahwasanya ada perjanjian antara kaum musyrikin dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah kelompok yang tidak ikut memerangi beliau. Diceritakan oleh Ibnu Ishaq dari para gurunya, demikian pula oleh Musa bin ‘Uqbah dari Ibnu Syihab, bahwa yang mengadakan perjanjian dengan beliau adalah Bani ‘Amir yang dipimpin oleh Abu Barra` ‘Amir bin Malik bin Ja’far si Pemain Tombak. Sedangkan kelompok lain adalah Bani Sulaim. Dan ‘Amir bin Thufail ingin mengkhianati perjanjian dengan para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diapun menghasut Bani ‘Amir agar memerangi para shahabat, namun Bani ‘Amir menolak, kata mereka: “Kami tidak akan melanggar jaminan yang diberikan Abu Barra`.” Kemudian dia menghasut ‘Ushaiyyah dan Dzakwan dari Bani Sulaim dan mereka mengikutinya membunuh para shahabat…” demikian secara ringkas.

Akhirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut selama sebulan mendoakan kejelekan terhadap orang-orang yang membunuh para qurra` shahabat-shahabat beliau di Bi`r Ma’unah. Belum pernah para shahabat melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu berduka dibandingkan ketika mendengar berita ini.

Al-Imam Al-Bukhari menceritakan dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu:

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut selama satu bulan ketika para qurra` itu terbunuh. Dan aku belum pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu berduka dibandingkan ketika kejadian tersebut.”

Ibnu Jarir meriwayatkan pula dalam Tarikh-nya, sebagaimana dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (3/247), bahwa pada saat pembantaian tersebut, ‘Amr bin Umayyah Adh-Dhamari dan Al-Mundzir bin ‘Uqbah bin ‘Amir tinggal di pekarangan kaum muslimin. Mereka tidak mengetahui adanya peristiwa pembantaian itu melainkan karena adanya burung-burung yang mengitari tempat kejadian tersebut. Akhirnya mereka melihat kenyataan yang memilukan tersebut.

Mereka berembug apa yang mesti dilakukan. ‘Amr bin Umayyah berpendapat sebaiknya mereka kembali untuk menceritakan kejadian pahit ini kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun Al-Mundzir menolak dan lebih suka turun menyerang kaum musyrikin. Diapun turun dan menyerang hingga terbunuh pula. Akhirnya ‘Amr tertawan, namun ketika dia menyebutkan bahwa dia berasal dari kabilah Mudhar, ‘Amir memotong ubun-ubunnya dan membebaskannya.

‘Amr bin Umayyah pun pulang ke Madinah. Setibanya di Al-Qarqarah sebuah wilayah dekat Al-Arhadhiyah, sekitar 8 pos dari Madinah dia berhenti berteduh di bawah sebuah pohon. Kemudian datanglah dua laki-laki Bani Kilab dan turut berteduh di tempat itu juga. Ketika keduanya tertidur, ‘Amr menyergap mereka dan dia beranggapan bahwa ia telah membalaskan dendam para shahabatnya. Ternyata keduanya mempunyai ikatan perjanjian dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak disadarinya. Setelah tiba di Madinah, dia ceritakan semuanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau pun berkata:

“Sungguh kamu telah membunuh mereka berdua, tentu saya akan tebus keduanya.”1

Inilah antara lain yang juga menjadi penyebab terjadinya perang Bani An-Nadhir yang akan dikisahkan pada edisi mendatang, Insya Allah.

Dari kisah ini, ulama menyimpulkan bahwa qunut yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah qunut nazilah. Dan itupun beliau lakukan selama satu bulan, mendoakan kejelekan terhadap Bani Lihyan, ‘Ushaiyyah dan lain-lain. Bukan terus-menerus sebagaimana dilakukan sebagian kaum muslimin hari ini.

Ini diriwayatkan juga oleh Al-Imam Ahmad dan lainnya dari hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu:

“Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut selama satu bulan lalu meninggalkannya.”

Demikian pula yang disimpulkan oleh Ibnul Qayyim dalam pembahasan masalah qunut ini, lihat kitab Zaadul Ma’ad (1/273-285).

Terakhir, beliau mengatakan bahwa yang diriwayatkan dari shahabat tentang qunut ini ada dua, yaitu:

a. Qunut ketika ada musibah atau bencana yang menimpa (nazilah) seperti qunut yang dilakukan Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu ketika para shahabat memerangi Musailamah Al-Kadzdzab dan ahli kitab. Juga qunut yang dilakukan ‘Umar dan ‘Ali ketika menghadapi pasukan Mu’awiyah dan penduduk Syam.

b. Qunut yang mutlak, yang dimaksud adalah memanjangkan rukun shalat (seperti berdiri, sujud, dan lainnya) untuk berdoa dan memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu a’lam.

Footnote:

1 Lihat Tarikh Ath-Thabari 2/81, Tafsir Ibnu Katsir 1/429, 4/332.

Sumber: http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=355

SEGARKAN MATA - 23:39

DUSTA TEORI GUJARAT VAN HURGRONJE

Islam di Nusantara
Masih ingatkah kita semua tatkala masih duduk di bangku sekolah, saat mendengar Bapak atau Ibu guru bercerita tentang sejarah masuknya Islam di Nusantara? "Agama Islam," kata mereka, "... masuk ke Nusantara lewat para pedagang dari Gujarat, India." Kini, puluhan tahun kemudian, coba buka buku sejarah anak-anak kita. Lihat bab mengenai masuknya Islam di Nusantara. Ternyata, masih banyak buku teks sejarah di sekolah-sekolah kita yang juga menuliskan jika Islam masuk di Nusantara lewat Gujarat di abad ke-13 Masehi. Hal ini diyakini berdasarkan catatan Marco Polo yang pada 1292 pernah singgah di Sumatera Utara dan menemukan sebuah kampung di mana warganya Muslim, lalu juga nisan makam Sultan Malik al-Shaleh yang berangka 1297 M.
TEORI YANG MENYEBUTKAN ISLAM MASUK DI NUSANTARA BERASAL DARI GUJARAT SECARA POPULER DISEBUT SEBAGAI TEORI GUJARAT. TEORI INI BERASAL DARI SEORANG ORIENTALIS BELANDA YANG BERSANDIWARA DENGAN MASUK ISLAM BERNAMA SNOUCK HURGRONJE. IRONISNYA, OLEH PEMERINTAH DALAM HAL INI KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL, TEORI YANG SESUNGGUHNYA PENUH RACUN INI SEOLAH DIJADIKAN PEMBENARAN TUNGGAL BAGI SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA.

Padahal, teori Gujarat tersebut banyak mendapat tentangan, bukan saja dari para intelektual Muslim, seperti HAMKA dan juga sejarawan Mansyur Suryanegara, namun juga dari intelektual Barat, dengan segala fakta-fakta arkeologis dan literatur kuno yang ditemukan. Islam di Nusantara Sejak Abad ke-7 Masehi Salah seorang penentang Teori Gujarat van Hurgronje adalah Prof. Dr. HAMKA yang menegaskan jika seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang berdiam di pesisir Barat Sumatera. HAMKA juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown Uni­versity di Amerika.

Temuan HAMKA diamini oleh Peter Bellwood, seorang Reader in Archaeology di Australia National University, yang telah melakukan banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara. Bellwood menemukan bukti-bukti jika sebelum abad kelima masehi, yang berarti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam belum lahir, beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina. Temuan beberapa tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han dan zaman-zaman sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur membuktikan hal ini.

Bellwood dalam catatan kakinya3 menulis, "Museum Nasional di Jakarta memiliki beberapa bejana keramik dari beberapa situs di Sumatera Utara. Selain itu, banyak barang perunggu Cina, yang beberapa di antaranya mungkin bertarikh akhir masa Dinasti Zhou (sebelum 221 SM), berada dalam koleksi pribadi di London. Benda-benda ini dilaporkan berasal dari kuburan di Lumajang, Jawa Timur, yang sudah sering dijarah..." Bellwood dengan ini hendak menyatakan bahwa sebelum tahun 221 SM, para pedagang pribumi diketahui telah melakukan hubungan dagang dengan para pedagang dari Cina. Menurutnya, perdagangan pada zaman itu di Nusantara dilakukan antar sesama pedagang, tanpa ikut campurnya kerajaan, jika yang dimaksudkan kerajaan adalah pemerintahan dengan seorang raja dengan wilayah yang luas. Sebab kerajaan Budha Sriwijaya yang berpusat di selatan Sumatera baru berdiri pada 607 Masehi (Wolters 1967; Hall 1967, 1985).

Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara-terutama Sumatera dan Jawa-dengan Cina juga diakui oleh sejarahwan G.R. Tibbetts. Tibbetts meneliti hubungan perniagaan yang terjadi antara para pedagang dari Jazirah Arab dengan para pedagang dari wilayah Asia Tenggara pada zaman pra-Islam. Tibbetts menemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu. "Keadaan ini terjadi karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi.

Bahkan peneliti sejarah kuno dari London University, Robert Dick-Read, lebih berani lagi dengan menyatakan jika pada masa awal Masehi, pelaut-pelaut Nusantara telah menjadi pioner bagi jalur perdagangan dunia hingga ke benua Afrika. Bahkan perdagangan bangsa Cina sangat tergantung pada jasa pelaut-pelaut Nusantara dalam mengarungi samudera luas.

Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa menjelang seperempat tahun 700 M atau sekitar tahun 625 M-hanya berbeda 15 tahun setelah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menerima wahyu pertama atau sembilan setengah tahun setelah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berdakwah terang-terangan kepada bangsa Arab-di sebuah pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Budha Sriwijaya.

HIJAB
Ratu Zakiatuddin Inayat Syah dilantik pada 23 Januari 1678. Dalam masa kekuasaannya, datang ke tanah Aceh utusan resmi Syarif dan Mufti Mekkah di bawah pimpinan Yusuf al Qudsi. Saat menerima tamu tersebut, Ratu Zakiatuddin menerimanya dari balik hijab, Dari balik hijab, Ratu menyambut tamunya dengan sangat baik. A. Hasjmy mengutip naskah Muhammad Yunus Jamil1 menceritakan panjang lebar pertemuan Ratu beserta segenap petinggi kerajaan dengan rombongan dari Mekkah.

"...Tahun 1681 rombongan Syarif Mekkah itu sampai di Banda Aceh Darussalam, di mana mereka diterima oleh Ratu dengan segala upacara kebesaran. Mereka sangat kagum menyaksikan Banda Aceh yang cantik dan permai; segala bangsa berdiam di sana, kebanyakan mereka kaum saudagar.
Ketika mendapat kesempatan menghadap Sultanah, keheranan mereka jadi bertambah, di mana mereka dapati tentara pengawal istana terdiri dari prajurit-prajurit perempuan yang semuanya mengendarai kuda. Pakaian dan hiasan kuda-kuda itu dari emas dan perak. Tingkahlaku pasukan kehormatan itu dan pakaian mereka cukup sopan, tidak ada yang menyalahi peraturan agama Islam.
Ketika mereka menghadap Sultanah, mereka dapati Sri Ratu dengan para pembantunya yang terdiri dari kaum perempuan duduk di balik tabir kain sutera dewangga yang berwarna kuning berumbai-rumbai dan berhiaskan emas permata. Ratu berbicara dalam bahasa Arab yang fasih dengan mempergunakan kata-kata yang diplomatis sehingga menimbulkan takjub yang amat sangat bagi para utusan. Dalam pergaulan di istana tidak ada satu pun yang mereka dapati yang di luar ketentuan ajaran Islam..."

Rombongan dari Mekkah itu tinggal di Aceh setahun lamanya. Ketika mereka kembali ke Mekkah, Ratu Zakiatuddin menghadiahkan mereka perhiasan emas permata, Pada 3 Oktober 1688, Ratu Zakiatuddin berpulang ke Rahmatullah.
Ratu Kamalat Syah menggantikan Ratu Zakiatuddin.

M. Yusuf Jamil; Tawarikh Raja-Raja Kerajaan Aceh, hal.47-48.

Disebutkan pula bahwa di perkampungan-perkampungan ini, orang-orang Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan lokal secara damai. Mereka sudah beranak—pinak di sana. Dari perkampungan-perkampungan ini mulai didirikan tempat-tempat pengajian Al-Quran dan pengajaran tentang Islam sebagai cikal bakal madrasah dan pesantren, umumnya juga merupakan tempat beribadah (masjid).

Dari berbagai literatur, diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat Pulau Sumatera itu bernama Barus atau yang juga disebut Fansur. Kampung kecil ini merupakan sebuah kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan. Di zaman Sriwijaya, kota Barus masuk dalam wilayahnya. Namun ketika Sriwijaya mengalami kemunduran dan digantikan oleh Kerajaan Aceh Darussalam, Barus pun masuk dalam wilayah Aceh.

Amat mungkin Barus merupakan kota tertua di Indonesia mengingat dari seluruh kota di Nusantara, hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya. Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan wewangian dari kapur barus.

Di masa sebelum masehi, sangat sulit menemukan catatan tua di Jawa yang bisa membuka selubung gelap sejarah awalnya. Pangeran Aji Saka sendiri baru "diketahui" memulai sistem penulisan huruf Jawi kuno yang berdasarkan pada tipologi huruf Hindustan pada masa antara 0 sampai 100 Masehi. Dalam periode ini di Kalimantan telah berdiri Kerajaan Hindu Kutai dan Kerajaan Langasuka di Kedah, Malaya. Tarumanegara di Jawa Barat baru berdiri tahun 400-an Masehi. Di Sumatera, agama Budha baru menyebar pada tahun 425 Masehi dan mencapai kejayaan pada masa Kerajaan Sriwijaya.

Sejarahwan T.W. Arnold menguatkan temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubaligh-mubaligh Islam langsung dari jazirah Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M.7 Setelah abad ke-7 M, Islam mulai berkembang di kawasan ini; misal, menurut laporan sejarah negeri Tiongkok bahwa pada tahun 977 M, seorang duta Islam bernama Pu All (Abu Ali) diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah negeri di Nusantara.8 Bukti lainnya, di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur, sebuah batu nisan kepunyaan seorang Muslimah bernama Fatimah binti Maimun bertanggal tahun 1082 telah ditemukan. Penemuan ini setidaknya menyatakan jika Islam telah merambah Jawa Timur di abad ke-11 M.
Sejarawan asal Bandung, Mansyur Suryanegara, berpegangan pada banyak literatur kuno dan berbagai penelitian yang ada meyakini jika Islam telah masuk ke Nusantara pada masa Rasulullah masih hidup. Bahkan Mansyur berani menyatakan jika pedagang-pedagang dari Nusantara jauh sebelum Rasulullah diangkat menjadi Rasul SAW telah melakukan perdagangan sampai di Syam. "Bukan hal yang mustahil jika sesungguhnya para pedagang asal Nusantara telah melakukan kontak dengan Rasulullah di Syam, mengingat Rasulullah SAW juga seorang kepala kabilah dagang di Syam saat mudanya, yaitu membawa barang-barang dagangan dari Khadijah," ujar Mansyur Suryanegara.

Secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut: Rasululah menerima wahyu pertama di tahun 610 M, dua setengah tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal pertama tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya berdakwah secara diam-diam periode Arqam bin Ahil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M), setelah itu baru melakukan dakwah secara terbuka dari Mekkah ke seluruh Jazirah Arab. Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat sebuah perkampungan Islam.

Menengok catatan sejarah, pada seperempat abad ke-7 M, kerajaan Budha Sriwijaya tengah berkuasa atas Sumatera. Untuk bisa mendirikan sebuah perkampungan yang berbeda dari agama resmi kerajaan perkampungan Arab Islam tentu membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum diizinkan penguasa atau raja. Harus bersosialisasi dengan baik dulu kepada penguasa, hingga akrab dan dipercaya oleh kalangan kerajaan maupun rakyat sekitar, menambah populasi Muslim di wilayah yang sama yang berarti para pedagang Arab ini melakukan pembauran dengan jalan menikahi perempuan-perempuan pribumi dan memiliki anak, setelah semua syarat itu terpenuhi baru mereka para pedagang Arab Islam ini bisa mendirikan sebuah kampung di mana nilai-nilai Islam bisa hidup di bawah kekuasaan kerajaan Budha Sriwijaya.

Perjalanan dari Sumatera sampai ke Mekkah pada abad itu, dengan mempergunakan kapal laut dan transit dulu di Tanjung Comorin, India, konon memakan waktu dua setengah sampai hampir tiga tahun. Jika tahun 625 dikurangi 2,5 tahun, maka yang didapat adalah tahun 622 Masehi lebih enam bulan. Untuk melengkapi semua syarat mendirikan sebuah perkampungan Islam seperti yang telah disinggung di atas, setidaknya memerlukan waktu selama 5 hingga 10 tahun. Jika ini yang terjadi, maka sesungguhnya para pedagang Arab yang mula-mula membawa Islam masuk ke Nusantara adalah or-ang-orang Arab Islam generasi pertama para shahabat Rasulullah, segenerasi dengan Ali bin Abi Thalib r.a. Inilah yang membuat seorang Ahmad Mansyur Suryanegara sangat yakin bahwa Islam masuk ke Nusantara pada saat Rasulullah masih hidup di Mekkah dan Madinah.

Dalam literatur kuno asal Tiongkok, orang-orang Arab disebut sebagai orang-or-ang Ta Shih, sedang Amirul Mukminin disebut sebagai Tan mi mo ni. Disebutkan bahwa duta Tan mi mo ni utusan Khalifah, telah hadir di Nusantara pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah dan menceritakan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dengan telah tiga kali berganti kepemimpinan. Dengan demikian, duta Muslim itu datang ke Nusantara di perkampungan Islam di pesisir pantai Sumatera pada saat kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M). Hanya berselang duapuluh tahun setelah Rasulullah SAW wafat (632 M).
Catatan-catatan kuno itu juga memaparkan bahwa para peziarah Budha dari Cina sering menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak menjelang abad ke-7 Masehi untuk mengunjungi India dengan singgah di Malaka yang menjadi wilayah kerajaan Budha Sriwijaya.

Gujarat Sekadar Tempat Transit
Islam masuk di Nusantara dibawa oleh generasi Islam pertama, para shahabat. Islam di Nusantara bukan berasal dari para pedagang India (Gujarat) atau yang dikenal sebagai Teori Gujarat yang berasal dari Snouck Hurgronje, karena para pedagang yang datang dari India, mereka ini sebenarnya berasal dari Jazirah Arab, lalu dalam perjalanan melayari lautan menuju Sumatera (Kutaraja atau Banda Aceh sekarang ini) mereka singgah dulu di India yang daratannya merupakan sebuah tanjung besar (Tanjung Comorin) yang menjorok ke tengah Samudera Hindia dan nyaris tepat berada di tengah antara Jazirah Arab dengan Sumatera.
Bukalah atlas Asia Selatan, kita akan bisa memahami mengapa para pedagang dari Jazirah Arab menjadikan India sebagai tempat transit yang sangat strategis sebelum meneruskan perjalanan ke Sumatera maupun yang meneruskan ekspedisi ke Kanton di Cina. Setelah singgah di India beberapa lama, pedagang Arab ini terus berlayar ke Banda Aceh, Barus, terus menyusuri pesisir Barat Sumatera, atau juga ada yang ke Malaka dan terus ke berbagai pusat-pusat perdagangan di daerah ini hingga pusat Kerajaan Budha Sriwijaya di selatan Sumatera (sekitar Palembang), lalu mereka ada pula yang melanjutkan ekspedisi ke Cina atau Jawa.

1.Prof. Dr. HAMKA; Dari Perbendaharaan Lama; Pustaka Panjimas; cet.lll; Jakarta; 1996; Hal.4-5.
2.Peter Bellwood, Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia, Gramedia, 2000. Judul asli "Prehistoriy of the Indo-Malaysian Archipelago", Academic Press, Sidney, 1985.
Buku ini menjadi pegangan peneliti dunia mengenai oatatan arkelogis Polynesia dan Asia Tenggara.
3.Ibid, hal.455.
4.G.R. Tibbetts, Pre Islamic Arabia and South East Asia, JMBRAS, 19 pt.3, 1956, hal.207. Penulis Malaysia, Dr. Ismail Hamid dalam "Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam" terbitan Pustaka Al-Husna, Jakarta, cet.1, 1989, hal.11 juga mengutip Tibbetts.
5.Robert Dick-Read; Penjelajah Bahari, Pengaruh Peradaban Nusantara di Afriika; Mizan; Juni 2008. Dick-Read bisa dihubungi di robet.dread@ntworld.com atau thurlton.publishing@ntworld.com. Kunjungipulawww.phantomvoyagers.com.
6.Kitab Chiu Thang Shu, tanpa tahun.
7.R.W. Arnold, The Preaching of Islam (Lahore: Ashraf 1968), hal.367
8.F. Hirth dan W.W. Rockhill (terj), Chau Ju Kua, His Work On Chinese and Arab Trade in XII Centuries (St.Petersburg: Paragon Book, 1966) hal. 159.
9.S.Q. Fatini, Islam Comes to Malaysia (Singapura: M.S.R.I., 1963), hal.39
10.Wawancara langsung penulis dengan Mansyur Suryanegara di Bandung, tahun 2002.

SEGARKAN MATA - 11:15

Friday, 15 March 2013

Ya Rasulullah, Najasyi Menyampaikan Salam untuk Dirimu

Friday, 15 March 2013

Sedikit di antara kita yang mengenal Amah binti Khalid atau lebih di kenal dengan panggilan kunyahnya Ummu Khalid binti Khalid. Ada yang menarik dalam sosok Ummu Kholid binti Kholid karena ia adalah salah satu dari beberapa anak yang lahir di negeri Habasyah. Sebuah negeri yang mayoritas penduduknya adalah beragama Nasrani. Secara kultur masyarakat dan warna kulit sangat jauh berbeda dengan bangsa Arab. Ayahnya, Khalid bin Sa’id adalah salah satu dari rombongan para shahabat yang berhijrah dari Mekkah ke Habasyah (Abesinia) dan termasuk orang pertama yang masuk ke dalam Islam. Inilah kelompok komunitas muslim pertama yang hidup di masyarakat mayoritas non muslim.


Ibnu Ishaq menyebutkan keterangan panjang tentang nama-nama dan nasab para sahabat yang hijrah ke Habasyah yang berjumlah 82 orang laki-laki, 18 wanita yang telah bersuami, 11 wanita-wanita Quraisy, dan 7 orang asing non-Quraisy. Sebagian besar para sahabat dari Quraisy yang hijrah ke Habasyah adalah orang-orang terhormat di kaum mereka dan merupakan orang-orang utama di rumah-rumah mereka. Jumlah tersebut belum ternasuk anak-anak kecil yang ikut hijrah bersama mereka atau anak-anak yang lahir di Habasyah. Peristiwa ini terjadi di tahun ke-5 kenabian. Di antara rombongan tersebut terdapat Utsman bin Affan dan isteri beliau Ruqayyah yang merupakan putri Rasulullah.
Kisah yang Menguatkan Identitas Diri

Mari kita bayangkan sejenak tentang Amah binti Kholid. Ia yang lahir di tengah masyarakat dengan mayoritas warna kulit, bahasa, agama dan budaya yang berbeda. Tumbuh dalam sebuah lingkungan masyarakat yang sama sekali berbeda dengan dirinya. Lebih mudah untuk merasakannya mungkin bagi teman-teman yang saat ini hidup di Eropa, Amerika, Afrika atau belahan bumi lain yang mayoritas penduduknya non muslim. Ketika anak-anak lahir dan tumbuh berkembang dalam lingkungan seperti itu. Apa yang harus di lakukan untuk menguatkan identitas ke-Islaman mereka ?

Amah binti Khalid tumbuh dengan kecintaan kepada Allah, Rasulullah dan Islam justeru dalam sebuah lingkungan Kristen. Ada banyak hal yang sangat menarik bisa kita dengar dari diri Amah binti Khalid. Di mana sebagian besar penuturannya tentang Iman dan Islam justeru bersumber dari sang ayah yang sangat ia cintai. Lewat cerita sang ayah yang kuat melekat dalam kenangannya.

Berkata Ummu Khalid binti Khalid, ”Ayahku adalah yang kelima masuk ke dalam Islam”. Kemudian ada yang bertanya,” siapa sebelumnya ?”. Ia menjawab, ”Ali bin Abi Thalib, Abu Bakr Ash Shiddiq, Zaid bin Haritsah dan Sa’ad bin Abi Waqash”. Dan sebab ke Islamannya ia bercerita, ” Suatu saat di dalam tidurnya ia bermimpi, sedang berada di pinggir api besar kemudian ayahnya mendorong ke api tersebut. Lalu ada seseorang yang menarik dan menyelamatkan dirinya ”. Khalid bin Sa’id begitu takut dengan mimpi itu, lalu ia mendatangi sahabatnya yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq dan menanyakan kepadanya perihal mimpi yang ia alami. Abu bakar berkata,”Sesungguhnya Allah menghendaki kebaikan untukmu. Lelaki yang menyelamatkan engkau itu adalah Rasulullah, menarik engkau dari api neraka di saat ayahmu mendorong dirimu ke dalamnya". Lalu Khalid bin Sa’id mendatangi Rasulullah dan menyatakan ke-Islamannya.

Amah binti Khalid pun pernah bertanya kepada ayahnya tentang kakeknya yang tidak berislam, “Mengapa kakek tidak masuk Islam dan tidak beriman kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam ?”

Dengan kesedihan yang teramat sangat bercampur rasa takut, Khalid bin Sa’id menjawab, “Putriku, kakekmu, Sa’id bin al-Ash, adalah salah satu tokoh Quraisy. Perkataannya mereka dengar dan mempunyai kedudukan penting di sisi mereka. Ia dikenal dengan nama Abu Uhaihah dan cerdas. Namun, setan menguasai jalannya. Ia pun berang karena aku masuk Islam, memukuliku, dan mencelakaiku. Bahkan, ia meminta meninggalkan Rasulullah Muhammad Shalallahu’alaihiwasallam dan meninggalkan agama baru yang aku anut. Agama yang sudah menghina agama nenek moyang juga menghina patung-patung sesembahan. Namun, aku menolak keras permintaan kakekmu dan aku tetap memeluk agama Alah serta mengikuti Rasullah Shalahllahu’alaihi Wasallam”.

Hingga Amah binti Khalid menjadi tahu sebab musabab mengapa mereka, serombongan kaum muslimin harus hijrah ke Habasyah. Dan ia pun menjadi tahu mengapa ayahnya dan seluruh kaum muslimin mencintai Rasulullah. Sebuah kecintaan yang perlahan ia rasakan tumbuh di dalam dirinya.

Setelah Rasulullah Hijrah ke Madinah, kaum muslimin yang berada di negeri Habasyah pun berpamitan kepada Raja Najasyi. Seorang raja yang baik, yang telah menerima kaum muslimin dan melindungi mereka dengan kearifan dan keadilannya. Najasyi menitipkan salam kepada Rasulullah. Ucapan Najasyi ini terdengar oleh Amah binti Khalid yang masih kecil, dengan kisaran usia 5-6 tahun. Ketika rombongan kaum muslimin dari Habasyah sampai ke negeri Madinah dan bertemu Rasulullah. Itulah kali pertama Amah binti Khalid melihat wajah manusia terbaik yang sangat di cintai oleh orang tuanya. Itulah pula wajah orang yang begitu ia cintai. Tidak ada rasa canggung dalam dirinya. Ia pun memberanikan diri untuk berkata kepada Rasulullah,” Ya Rasulullah, Najasyi menyampaikan salam untuk dirimu”.

Ada sebuah kenangan yang begitu indah melekat dalam diri Amah binti Khalid, saat ketika ia mendapatkan hadiah sebuah pakaian dari Rasulullah

حَدَّثَنَا حِبَّانُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ عَنْ خَالِدِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أُمِّ خَالِدٍ بِنْتِ خَالِدِ بْنِ سَعِيدٍ قَالَتْ
أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ أَبِي وَعَلَيَّ قَمِيصٌ أَصْفَرُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَنَهْ سَنَهْ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَهِيَ بِالْحَبَشِيَّةِ حَسَنَةٌ قَالَتْ فَذَهَبْتُ أَلْعَبُ بِخَاتَمِ النُّبُوَّةِ فَزَبَرَنِي أَبِي قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْهَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْلِي وَأَخْلِفِي ثُمَّ أَبْلِي وَأَخْلِفِي ثُمَّ أَبْلِي وَأَخْلِفِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ فَبَقِيَتْ حَتَّى ذَكَرَ

Telah bercerita kepada kami Hibban bin Musa telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah dari Khalid bin Sa'id dari bapaknya dari Ummu Khalid binti Khalid bin Sa'id berkata; Aku menemui Rasulullah Shallallahu'alaiwasallam bersama bapakku yang saat itu aku mengenakan baju berwarna kuning. Rasulullah Shallallahu'alaiwasallam berkata; "Bagus, bagus". 'Abdullah berkata; (Beliau mengucapkan) kata-kata yang berasal dari bahasa Habasyiah, yang maksudnya hasanah (bagus). Dia (Ummu Khalid) berkata; Maka aku pergi bermain khatam nubuwah (cincin yang bertanda kenabian) Kemudian bapakku membentakku namun Rasulullah Shallallahu'alaiwasallam berkata: "Biarkanlah dia". Rasulullah Shallallahu'alaiwasallam bersabda: "abliy wa akhlifiy tsumma abliy wa akhlifiy tsumma abliy wa akhlifiy tsumma abliy wa akhlifiy" ("Semoga sampai lusuh bajunya", ini adalah suatu do'a untuk mendo'akan seseorang agar panjang umur hingga bajunya lusuh). 'Abdullah berkata; Maka Ummu Khalid hidup lama sampai dia menceritakannya. (Menurut Ibnu Hajar, “Amah binti Khalid hidup lama sekali, yakni hidup hingga zaman Musa bin Uqbah.” Sedangkan al-Dzahabi berkata, “Ia hidup hampir 90 tahun, saya berpendapat bahwa Amah binti Khalid adalah shahabiyah yang terakhir meninggal dunia, karena ia hidup hingga zaman Sahl bin Sa’d.”)

Sebuah kejadian yang sungguh luar biasa, kenangan terindah dari Amah binti Khalid bersama manusia terbaik di alam ini.

Amah binti Khalid, sosok wanita mukminah yang tumbuh kembangnya di negeri mayoritas non muslim, tapi kecintaannya kepada Rasulullah pun tumbuh subur di dalam dirinya, di bawah sentuhan lembut keimanan kedua orang tuanya. Mengingatkan kita, para orang tua. Bahwa kisah yang penuh dengan nuansa keimanan adalah salah satu bagian penting yang dapat membentuk jati diri keislaman putra-putri kita.(cahayasiroh)

SEGARKAN MATA - 13:03

Hukuman Mati bagi Artis dan Manajemennya

 Ditulis oleh Budi Ashari

Serem ya judul di atas....
Bacalah dulu sampai selesai tulisan ini, baru berikan komentar.

10.000 pasukan dipimpin langsung oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Pasukan sangat besar tersebut dipecah menjadi 5 bagian yang masuk dari seluruh pintu Mekah. Mekah dikepung. Tak ada perlawanan. Sama sekali.


Itulah hari yang oleh Nabi disebut sebagai, “Hari kasih sayang, hari dimuliakannya Ka’bah dan hari dimuliakannya Quraisy.”

Fathu Makkah, pembukaan Mekah. Ramadhan 8 H. Dibersihkannya Mekah dari kemusyrikan. Dibukanya pintu hidayah bagi Mekah dan sekitarnya. Islamnya Quraisy dan berikutnya suku-suku Arab yang lain.

Peristiwa besar pun terjadi. Nabi mengeluarkan pemaafan bagi para pembesar Quraisy yang dahulu mengancam, mencederai bahkan mengancam membunuh Nabi.

Tetapi mengejutkan. Nabi setelah itu mengumumkan halalnya darah beberapa orang. Mereka boleh dibunuh bahkan saat sedang bergelantungan atau bersembunyi dengan sitar/kiswah Ka’bah.

Ibnu Hajar rahimahullah mengumpulkan nama-nama yang dihalalkan darahnya oleh Nabi. Totalnya 8 laki-laki dan 6 wanita, walau ada perbedaan pendapat ulama pada beberapa nama.

Di antara nama-nama tersebut ada dua wanita yang bernama Fartana dan Qorina. Siapa dua wanita tersebut? Apakah gerangan kesalahannya. Sebesar apa dosanya? Sehingga harus dihalalkan darahnya, saat Nabi memaafkan para pembesar Quraisy yang lain?

Inilah penjelasan Ibnu Hajar tentang kesalahan dosa kedua wanita tersebut, “Keduanya adalah artis milik Ibnu Khothl yang menyanyi berisi penghinaan untuk Nabi shallallahu alaihi wasallam.”

Nah, sekarang terang benderang sudah penyebab hukuman mati mereka berdua. Bahwa kedua wanita dihukum oleh Nabi karena keduanya adalah artis di bawah manajemen Ibnu Khothl, yang menyanyi untuk menghina Nabi.

Ternyata, hukuman Nabi bukan saja bagi kedua artis tersebut, tetapi berikut bos manajemennya; Ibnu Khothl.

Ibnu Hajar menjelaskan bahwa dua artis tersebut, yang satu mati sementara yang satu lagi masuk Islam sehingga aman.

Shofiyyurrohman dalam Ar Rahiq Al Makhtum mengatakan bahwa sang bos manajemen artis itu berhasil dibunuh oleh seseorang padahal sedang bergelantungan di sitar/kiswah Ka’bah.

Dari data di atas, kita bisa mendapatkan petunjuk dari Nabi langsung bahwa kedamaian dan kebenaran akan tegak dengan matinya orang-orang seperti itu. Dalam Islam, hukuman mati tidaklah mudah. Buktinya harus sangat kuat. Keraguan sedikit saja, harus membatalkan vonis mati. Mengingat begitu mahalnya nyawa dalam Islam. Sehingga, ketika seseorang dihukum mati, artinya ia telah melakukan kejahatan yang luar biasa besarnya.

Para artis yang menghina Nabi, merendahkan ajaran kebaikan dan kebenaran, hukumannya mati. Bagi artis berikut manajemennya. Karena ini kejahatan sangat besar. Allah berfirman,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66)

65. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"
66. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (Qs. At Taubah)

Perhatikan baik-baik kata per kata ayat di atas. Seakan ayat-ayat di atas ini baru turun beberapa hari yang lalu. Karena terasa benar menyikapi hari-hari kita sekarang.

Ayat tersebut membicarakan tentang orang-orang munafik. Mereka telah melakukan kejahatan besar menurut syariat yaitu mengolok-olok Allah, Al Quran dan Rasulullah. Sementara mereka merasa semua itu hanya ekspresi senda gurau, kebebasan berargumen, ketinggian seni.

Selanjutnya, lihatlah cara Allah menjawab: Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.

Mereka yang bertaubat, diampuni Allah. Tetapi mereka yang tetap ngotot mempertahankannya, diadzab Allah karena mereka adalah mujrimin (dalam Bahasa Arab kata mujrimin berarti para pelaku dosa dan kriminal).

Jadi, pelaku dosa dan kriminal bukan hanya mereka yang korupsi atau membunuh.

Mereka yang menghina dan mempermainkan Allah, Al Quran dan Rasulullah adalah para pelaku dosa kriminal bahkan layak untuk dihukum mati oleh negara.

Seperti Rasul menjatuhkan hukuman mati bagi artis berikut manajemennya!
Fa’tabiru ya Ulil Abshar (Ambillah pelajaran, hai orang-orang yang punya pandangan)

SEGARKAN MATA - 06:06

Monday, 11 March 2013

Skanderbeg: Enemy of The State

Monday, 11 March 2013

George Kastrioti. Iskender Bey atau Skanderbeg, adalah gelar yang diberikan orang-orang Turki kepadanya karena dia hebat seperti Alexander the Great (gelar Skanderbeg diturunkan dari gabungan antara Iskender atau Alexander di lidah orang Turki dan Bey, yang berarti tuan atau penguasa).

Kemampuan militer Skanderbeg yang dilatih kaum Muslim. menghadirkan rintangan besar bagi gerak futuhat Usmani dan dia diakui oleh banyak kalangan di Eropa sebagai model terhadap perlawanan Kristen terhadap gerak futuhat kaum Muslim. Dapat dipahami perlawanannya yang luar biasa, karena pada awalnya dia termasuk komandan detasemen pada pasukan Yeniseri.


Skanderbeg kemudian diangkat menjadi gubernur di beberapa wilayah taklukan Usmani, termasuk di Kruje (salah satu wilayah di Albania). Karena kehebatannya, Skanderbeg dipercaya untuk memimpin kavaleri Usmani sebanyak 5.000 personel. Dan dia pun memeluk Islam.

Pada November 1443, Skanderbeg memberontak pada Usmani pada saat Perang Nis berkecamuk, ketika itu Usmani memerangi Janos Hunyadi. Skanderbeg melarikan diri dari peperangan bersama dengan 300 orang prajurit Usmani asal Albania.

Dia bergegas menuju Kruje, dan dengan mengabaikan surat dari Sultan Murad II, dia mengangkat dirinya sendiri menjadi penguasa Kruje, bebas dari kekuasaan Usmani. Dia kemudian menaklukkan beberapa wilayah di sekitar Kruje dan wilayah-wilayah yang dahulu dimiliki bapaknya, kemudian murtad dari Islam, dan memproklamirkan diri sebagai pembalas dendam dan pembela tanahnya dari serangan Usmani. Dia kemudian mengibarkan bendera merah dengan gambar siluet elang berkepala dua.

Tanggal 2 Maret 1444. Skanderbeg mempersatukan semua penguasa wilayah di Albania di kota Lezhe, dan membentuk Liga Lezhe. Rekan aliansinya yang terdekat adalah Gjerj Arianiti, yang kemudian anaknya, Donika, dia nikahi. Skanderbeg dan pasukannya meraih lebih dari 20 kemenangan di medan perang melawan Usmani. Dia memang lawan yang sangat tangguh.

Kehebatan Skanderbeg di berbagai pertempuran memaksa al Fatih untuk menandatangani perjanjian damai selama 10 tahun yang ditandatangani di Skopje. Skanderbeg sendiri menolak berdamai, namun dia dikalahkan oleh keinginan dari Tanush Topia (pangeran Albania).

Selama Skanderbeg hidup, Al-Fatih berkali-kali mengepung Kruje, namun selalu gagal menaklukkannya. Barulah setelah kematian Skanderbeg karena malaria pada 17 Januari 1468, Al-Fatih berhasil menaklukkan benteng Kruje, dan akhirnya menguasai seluruh Albania.

Sampai sekarang, Skanderberg menjadi pahlawan nasional Albania atas perlawanannya pada Sultan Murad II dan Sultan Muhammad Al-Fatih, pedangnya yang hampir berukuran 2 meter menggambarkan kepada kita sekuat apa lengannya. Dan musuh-musuh semacam inilah yang dihadapi oleh Al-Fatih.

SEGARKAN MATA - 11:29

John Hunyadi Ksatria Putih Musuh Islam

John Hunyadi, digelari Ksatria Putih dari Hungaria, adalah seorang Jenderal besar dari Kerajaan Hungaria. Hunyadi dikenal luas sebagai Jenderal besar dan seorang ahli strategi perang. Hunyadi juga mempekenalkan berbagai perubahan dalam dunia militer abad pertengahan, dan dikenal pula sebagai ikon perlawanan terhadap futuhat Kesultanan Utsmani. Dia juga adalah Voivode Transylvania dan ayah dari raja besar Hungaria, Matthias Corvinus.

Keluarga Hunyadi adalah keluarga bangsawan besar di Hungaria abad pertengahan. Beberapa kalangan menyatakan bahwa Hunyadi memiliki darah Wallachia. Sementara yang lainnya menyatakan bahwa keluarga Hunyadi adalah keluarga bangsawan Romania dari Hateg. Ayahnya, yang bernama Vojk, adalah orang Vlach, yang merupakan keturunan Rumania.


Saat muda, Hunyadi memasuki lingkaran dalam Sigismund (raja Hungaria), yang sangat terkesan dengan kecakapannya. Dia menemani raja Hungaria itu menuju Frankfurt, dalam pencarian gelar kaisar untuk Sigismund pada 1410, bergabung dalam Perang Hussite pada 1420, dan pada 1437 dikirim ke selatan untuk membubarkan kepungan Utsmani atas Semendria.

Hunyadi banyak menjalin hubungan dengan berbagai bangsawan dan penguasa di Eropa, seperti Stefan Lazarevic (Serbia), dan Phillipo Scolari. Di Italia, dia berkenalan dengan Francesco Sforza, dan belajar taktik perang gaya baru kepadanya. Dia menjadi tuan tanah dengan luas tanah berhektar-hektar dan mendapatkan berbagai posisi bergengsi di Kerajaan Hongaria. Dia diangkat menjadi penasihat raja Hongaria yang paling terpercaya, dan ditugasi untuk memimpin operasi militer melawan Usmani.

Hunyadi adalah salah satu musuh terkuat bagi Kesultanan Utsmani. Pada tahun 1441 dia memenangkan pertempuran di Semendria melawan Ishak Bey. Pada tahun berikutnya, tak jauh dari Nagyszeben di Transilvania, dia berhasil membendung serangan Utsmani, dan mengembalikan penguasaan Hongaria atas Wallachia. Namun pada 1444, Hunyadi harus menerima kekalahan telak dari Utsmani dalam perang Varna yang dipimpin oleh Murad II (ayah Al-Fatih), dan mundur dari belantara perang hampir selama 10 tahun sejak itu.

Pasca penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad al Fatih pada tahun 1453, Dunia Kristen menjadi sangat ketakutan dengan kekuatan kaum Muslim. Secara alami, pasca penaklukan Kostantinopel, pastilah Al-Fatih sedang melirik Hongaria, yang akan dia taklukkan sebagai jalan masuk untuk menggedor Eropa. Sasaran Al-Fatih berikutnya adalah Nandorfehervar (sekarang Belgrade)

Nandorfehervar adalah kota kastil berbenteng yang luas yang merupakan jalan masuk ke selatan Hungaria. Apabila kota ini berhasil ditaklukkan, maka hampir bisa dipastikan bahwa kaum Muslim akan membuka lebar-lebar pintu penaklukan menuju Eropa Tengah. Hunyadi berhasil menggagalkan pengepungan Al-Fatih di Nandorfehervar. Saat kematian Hunyadi, Al-Fatih berkomentar, “walaupun dia adalah musuhku, aku merasa sedih karena kematiannya. Karena dunia tak akan pernah lagi melihat lelaki seperti dia”. Al-Fatih tidak salah, karena pasca kematian Hunyadi, Hungaria dapat dengan mudah dikuasai oleh kaum Muslim.

SEGARKAN MATA - 00:33

Sunday, 10 March 2013

Kapal Yang Bisa Mendaki Bukit

Sunday, 10 March 2013

Referensi dari strategi perang yang sangat inspiratif itu antara lain dari kemenangan yang legendaris tentara Islam di Constantinople yang kemudian berubah nama menjadi Islambul (Islam penuh), tetapi nama ini kemudian diplesetkan oleh kaum sekularis Turki menjadi Istambul hingga kini.

Ketika Constantinople akhirnya bisa ditaklukan oleh panglima perang terbaik – Muhammad Al-Fatih dengan tentara terbaiknya 29 Mei 1453, itu kabar baiknya sudah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri 8 abad sebelum peristiwa terjadi.
Bahwa Muhammad Al-Fatih dipuji oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam 8 abad sebelum kelahirannya – sebagai pemimpin perang terbaik dengan pasukan terbaik yang akan menaklukkan Constantinople, tentu amat sangat banyak yang bisa dipelajari dari Sultan yang di dunia barat disebut sebagai “Mehmet the Conqueror” (Mehmet Sang Penakluk) ini.

Ketika penaklukan itu terjadi dia baru berusia 21 tahun lebih 2 bulan (Kalender Masehi - sekitar 22 tahun Kalender Hijriyah), hafal Al-Qur’an sejak belia, menguasai tujuh bahasa dan berbagai bidang keilmuan yang ada pada jamannya, tidak pernah meninggalkan sholat jamaah sebagaimana dia juga perintahkan ke seluruh prajuritnya – dan bahkan dia sendiri tidak pernah meninggalkan sholat malam sejak dia balig.

Meskipun berbagai cara untuk penaklukan Constantinople dilakukan sejak beberapa generasi sebelumnya tanpa membuahkan hasil, cerita bahwa suatu saat Constantinople akan bisa ditaklukkan ini dahulu diteruskan dari generasi ke generasi pada jamannya.

Hingga sampai suatu saat - dengan ijin Allah - Muhammad Al-Fatih dengan bekal ketaatan dan kekuatan sholat malamnya, dengan bekal pengetahuannya yang sangat luas termasuk science pada jamannya – dia mampu membangun strategy perang yang tidak pernah terbayangkan oleh orang lain sebelum jamannya – maka penaklukkan Constantinople itu bisa benar-benar terealisir.

Penaklukan ini sekaligus menjadi bukti kebenaran Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : “Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan, maka sebaik-baik pemimpin pasukan adalah pemimpin pasukannya dan sebaik-baik pasukan-adalah pasukannya” (HR. Ahmad)

Salah satu strategy Muhammad Al-Fatih yang benar-benar out of the box sehingga pihak musuh-pun tidak pernah menduga sebelumnya adalah mendaratkan 70-an kapalnya, menariknya dengan landasan kayu yang diberi minyak binatang, mendaki bukit Galata menempuh perjalanan sejauh kurang lebih 16 km – dan itu hanya dilakukannya dalam waktu semalam !.

Keesokan harinya pasukan Byzantine yang memusatkan perhatiannya ke selat Bosporus dengan benteng-bentengnya yang sangat kokoh menghadang setiap musuh yang datang dari selat tersebut, terkejut bukan kepalang karena armada 70-an kapal pasukan Muhammad Al-Fatih sudah berada di wilayah yang disebut tanduk emas (Golden Horn) mereka dengan titik pertahanan yang relatif lebih lemah (karena sudah dijaga di depan).

Saking tidak terpikirnya oleh mereka apa yang mereka hadapi saat itu, sampai-sampai sebagian pasukan Byzantine mengira hantu-hantulah yang membawa kapal-kapal Al-Fatih sampai bisa masuk ke belakang garis pertahanan mereka yang sangat kokoh. Sejak saat itulah pasukan Constantine terpecah konsentrasinya, menjadi kurang PD dan tembok pertahanan mereka mudah dihancurkan.

Dari mana orang seperti Muhammad Al-Fatih bisa berfikir di luar kebiasaan orang pada jamannya, di luar jangkauan kemajuan science yang tercapai saat itu ? bahwa kapal –kapal perangnya harus bisa mendaki bukit selain juga tentu harus bisa berlayar selayaknya kapal pada umumnya ?.

Itulah yang saya sebut dalam sejumlah tulisan sebelumnya sebagai bentuk aplikasi ayat “…bi a’yuninaa wa wahyinaa…” atau “ …dengan pengawasan Kami dan dengan wahyu Kami…”.(QS 11 :37 dan QS 23 :27). Nabi Nuh bisa membuat kapal yang menyelamatkan penduduk bumi yang taat dan seisinya, meskipun dia bukan seorang insinyur kapal.

Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam bisa membangun bangunan yang hingga kini tidak hentinya dikunjungi manusia dari seluruh penjuru bumi – yaitu Ka’bah, bukan karena dia seorang arsitek. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bisa membangun Negara yang sempurna, meskipun beliau adalah seorang yang umi. Semua itu dimungkinkan karena diawasi langsung olehNya dan diberi petunjukkanya langsung dalam wahyu-wahyu yang disampaikanNya.

Sebesar apapun pekerjaan itu, bila Dia sendiri yang mensupervisi pelaksanaannya dan Dia pula yang memberikan juklak atau petunjuk pelaksanaannya, maka yang nampaknya tidak mungkin menjadi mungkin.

Strategi yang luar biasa yang tidak terbayang oleh musuh, seperti menarik kapal melintasi bukit yang dilakukan oleh Muhammad Al-Fatih bersama para pasukannya tersebut di atas tentu juga karena mendapatkan pengawasan langsung dari Allah dan dengan petunjuk melalui Wahyu-wahyuNya “…bi a’yuninaa wa wahyinaa…” – yaitu ayat-ayat Al-Qur’an yang dihafalnya sejak dia masih kecil.

Lantas pelajaran apa yang bisa kita ambil dari penaklukan Constantinople oleh panglima perang terbaik dengan pasukan terbaik tersebut di atas ?

Pertama tidak ada cara lain untuk menjadi unggul bagi umat ini kecuali kita bisa mencontoh bagaimana umat ini dahulu diunggulkan, dari generasi para nabi – hingga generasinya Muhammad Al-Fatih pasca era kenabian.

Kedua kita harus mampu memikirkan strategy yang out of the box untuk menaklukan musuh-musuh kita, strategi yang WOW yang sekaliber ‘menarik kapal mendaki bukit’ –nya Muhammad Al-Fatih.

Ketiga strategy tersebut akan dimungkinkan bila kita bisa membangun atau menyiapkan orang-orang yang yang mendekati kaliber Muhammad Al-Fatih dalam hal keimanannya, penguasaan Al-qur’annya, penguasaan bahasanya, ilmu pengetauannya sampai sholat jamaah dan qiyamul –lail-nya.

Untuk memenangkan persaingan di bidang apapaun - termasuk usaha, kita harus mampu berfikir dengan apa yang tidak terfikirkan oleh siapapun sebelumnya – Think the Unthinkable !, dan itu hanya bisa terjadi bila kita disupervisi dan dituntun langsung oleh petunjuk-petunjukNya “…bi a’yuninaa wa wahyinaa…” . InsyaAllah.(MKYDMI)

SEGARKAN MATA - 12:48

Friday, 8 March 2013

Rumah Sakit Sultan Bayezid II, Termodern di Zamannya

Friday, 8 March 2013

Sebelum dijadikan ibukota pemerintahan Ottoman, Edirne sudah ramai sebagai pusat perdagangan dan juga budaya Muslim. Hal ini ditandai dengan banyaknya bangunan yang dibangun oleh penguasa Muslim di kota ini. Salah satunya adalah Rumah Sakit (RS)Bayezid II. Rumah sakit ini berada di dalam Kompleks (Kulliye) Bayezid II.

RS Bayezid II dibangun atas perintah Sultan Bayezid II. Proses pembangunan Kulliye Bayezid II berikut bangunan rumah sakitnya memakan waktu empat tahun, dari 1484 M hingga 1488 M. Hingga abad ke-19 M, para dokter dididik di rumah sakit yang sekaligus menjadi sekolah kedokteran itu.


Yulianto Sumalyo dalam bukunya yang bertajuk Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim mengungkapkan, setibanya di Edirne dalam perjalanan ke Balkan bersama pasukannya pada akhir musim semi 1484, Sultan Bayezid II memerintahkan membangun banyak proyek, yaitu masjid baru dan pusat kesehatan (medical centre) termasuk di dalamnya rumah sakit, sanatorium, rumah sakit jiwa dan sekolah kedokteran di tepian Sungai Tunca.

Seperti halnya di sejumlah kota lain yang berada dalam wilayah kekuasaan Ottoman, bangunan-bangunan tersebut didirikan dalam sebuah kulliye. Untuk perencanaan pembangunannya, Sultan Bayezid II menunjuk arsitek kerajaan pada waktu itu, Mimar Hayrettin, untuk mendesain keseluruhan bangunan dalam Kulliye Bayezid II ini.

Bangunan rumah sakit (darussifa) dan rumah sakit jiwa (timarhane) Bayezid II terletak di sisi barat daya bangunan masjid dalam Kompleks Bayezid II. Tata letak rumah sakit tersebut terbilang cukup unik, pada ujung selatan terdapat unit berdenah segi delapan, pada masing-masing sisinya terdapat ruang-ruang untuk perawatan.

Setiap ruang dalam unit ini beratap kubah, termasuk sebuah ruangan yang menyerupai hall. Namun berbeda dengan kubah pada ruang perawatan, kubah di atas hall jauh lebih besar dan dilengkapi dengan sebuah lantern yang terdapat pada bagian puncak kubah tepat di atas bak air besar yang terdapat di tengah-tengah hall. Lantern tersebut juga beratap kubah, namun dalam ukuran yang lebih kecil.

Bagian penampang kubah hall berbentuk segi dua belas. Di sekeliling dinding kubah berbentuk silindris ini terdapat jendela-jendela yang berfungsi sebagai tempat sirkulasi udara. Sinar matahari dan udara alami masuk melalui jendela-jendela tersebut hingga ke dalam ruangan yang berada tepat di bawah kubah.

Rumah sakit Sultan Bayezid II ini beroperasi selama empat ratus tahun sejak diresmikan tahun 1488 M hingga berkecamuknya Perang Rusia-Turki (1877-1878 M). Hingga abad ke-19 M, rumah sakit ini menjadi salah satu rumah sakit rujukan bagi pasien-pasien yang hendak menjalani perawatan bedah dan mereka yang mengidap penyakit mental.

Sejarah mencatat, RS Bayezid II terutama terkenal karena memiliki tenaga-tenaga ahli bedah yang terampil. Disamping juga terkenal karena metode pengobatan untuk penyakit mental yang diberikan kepada para pasien di timarhane (rumah sakit jiwa). Metode pengobatan penyakit mental yang dilakukan oleh para dokter di rumah sakit ini menggunakan terapi musik, suara air, dan penggunaan wewangian atau yang dikenal dengan aromatherapy.

Selain terkenal karena para ahli bedah serta terapi mental yang dimilikinya, RS Bayezid II juga terkenal berkat pusat pengobatan matanya. Karenanya pada masa lalu, rumah sakit ini menjadi satu-satunya rumah sakit rujukan bagi penderita penyakit mata.

Kini bangunan rumah sakit bersejarah tersebut menjadi bagian dari kompleks Universitas Trakya yang juga berada di kota Edirne. Dan, sejak tahun 1997, bangunan rumah sakit tersebut dialihfungsikan menjadi sebuah museum kesehatan bernama Bayezid II Kulliye Health Museum. Museum tersebut didedikasikan untuk mengenang peran dan kontribusi penguasa Ottoman dalam mengembangkan khazanah ilmu pengobatan dan kedokteran.

Hingga saat ini, Bayezid II Kulliye Health Museum menjadi satu-satunya museum kesehatan yang terdapat di Turki. Museum ini memberikan berbagai informasi penting seputar sejarah dan perkembangan ilmu kedokteran dan pengobatan, khususnya pada masa pemerintahan Ottoman, kepada para pengunjung.

Museum ini tercatat sebagai tempay bersejarah kedua di Edirne yang paling banyak dikunjungi oleh para wisatawan setelah Masjid Selimiye (Sultan Salim). Karenanya, pada tahun 2004 lalu, Bayezid II Kulliye Health Museum dianuegrahi Museum Award oleh Dewan Kebudayaan Eropa.

SEGARKAN MATA - 05:41

Tuesday, 5 March 2013

Beginilah isi surat Sultan Aceh untuk Sultan Turki

Tuesday, 5 March 2013

SEPUCUK surat dari Sultan Ottaman Turki untuk Sultan Aceh muncul di jejaring sosial Twitter . Surat itu berasal dari abad ke-15.
Adalah akun Lost Islamic History @LostIslamicHist yang memuat surat itu disertai pengantar, "A letter from the Ottoman sultan in #Istanbul to the sultan of #Aceh, in #Indonesia (1500s)."

Postingan itu memang tidak menjelaskan secara detail isi surat itu. Namun, jika mengacu kepada sejarah. Kerajaan Aceh Darussalam memiliki hubungan diplomatik dengan Kesultanan Turki Utsmani sejak abad 15. Saat itu Turki merupakan kerajaan kekhalifahan Islam terbesar di dunia setelah berhasil menaklukkan Konstatinopel yang dikuasai pasukan Eropa.

Hubungan antara Kesultanan Aceh dengan Ottoman Turki Istambul dimulai sejak masuknya pedagang-pedagang Eropa ke nusantara. Para pedagang asal Eropa itu kerap mengganggu kedaulatan kerajaan-kerajaan di semenanjung Malaka, termasuk Aceh.
Guna menghadapi imperialisme bangsa Eropa tersebut, Kerajaan Aceh mencari dukungan dari kerajaan-kerajaan tetangga termasuk dari Khalifah Abdul Aziz dari ke khalifahan Turki Utsmani pada tahun 1563 M.

Utusan dari Aceh membawa serta hadiah-hadiah berharga dari Sultan untuk dipersembahkan kepada penguasa Turki. Hadiah-hadiah itu antara lain berupa emas, rempah-rempah dan lada.

Bersama utusan itu, Sultan Aceh Alauddin Mahmud Syah mengirimkan sepucuk surat resmi kepada khalifah. Berikut petikan surat tersebut :

“Sesuai dengan ketentuan adat istiadat kesultanan Aceh yang kami miliki dengan batas-batasnya yang dikenal dan sudah dipunyai oleh moyang kami sejak zaman dahulu serta sudah mewarisi singgasana dari ayah kepada anak dalam keadaan merdeka.
Sesudah itu kami diharuskan memperoleh perlindungan Sultan Salim si penakluk dan tunduk kepada pemerintahan Ottoman dan sejak itu kami tetap berada di bawah pemerintahan Yang Mulia dan selalu bernaung di bawah bantuan kemuliaan Yang Mulia almarhum sultan Abdul Majid penguasa kita yang agung, sudah menganugerahkan kepada almarhum moyang kami sultan Alaudddin Mansursyah titah yang agung berisi perintah kekuasaan.
Kami juga mengakui bahwa penguasa Turki yang Agung merupakan penguasa dari semua penguasa Islam dan Turki merupakan penguasa tunggal dan tertinggi bagi bangsa-bangsa yang beragama Islam. Selain kepada Allah SWT, penguasa Turki adalah tempat kami menaruh kepercayaan dan hanya Yang Mulialah penolong kami.
Hanya kepada Yang Mulia dan kerajaan Yang Mulialah kami meminta pertolongan rahmat Ilahi, Turkilah tongkat lambang kekuasaan kemenangan Islam untuk hidup kembali dan akhirnya hanya dengan perantaraan Yang Mulialah terdapat keyakinan hidup kembali di seluruh negeri-negeri tempat berkembangnya agama Islam.
Tambahan pula kepatuhan kami kepada pemerintahan Ottoman dibuktikan dengan kenyataan, bahwa kami selalu bekerja melaksanakan perintah Yang Mulia. Bendera negeri kami, Bulan Sabit terus bersinar dan tidak serupa dengan bendera manapun dalam kekuasaan pemerintahan Ottoman; ia berkibar melindungi kami di laut dan di darat.
Walaupun jarak kita berjauhan dan terdapat kesukaran perhubungan antara negeri kita namun hati kami tetap dekat sehingga kami telah menyetujui untuk mengutus seorang utusan khusus kepada Yang Mulia, yaitu Habib Abdurrahman el Zahir dan kami telah memberitahukan kepada beliau semua rencana dan keinginan kami untuk selamanya menjadi warga Yang Mulia, menjadi milik Yang Mulia dan akan menyampaikan ke seluruh negeri semua peraturan Yang Mulai.
Semoga Yang Mulai dapat mengatur segala sesuatunya sesuai dengan keinginan Yang Mulia. Selain itu kami berjanji akan menyesuaikan diri dengan keinginan siapa saja Yang Mulia utus untuk memerintah kami.
Kami memberi kuasa penuh kepada Habib Abdurrahman untuk bertindak untuk dan atas nama kami.
Yang Mulia dapat bermusyawarah dengan beliau karena kami telah mempercayakan usaha perlindungan demi kepentingan kita.
Semoga harapan kami itu tercapai. Kami yakin, bahwa Pemerintah Yang Mulia Sesungguhnya dapat melaksanakannya dan kami sendiri yakin pula,bahwa Yang Mulia akan selalu bermurah hati”.

Petikan isi surat tersebut dikutip dari Seri Informasi Aceh th.VI No.5 berjudul Surat-surat Lepas Yang Berhubungan Dengan Politik Luar Negeri Kesultanan Aceh Menjelang Perang Belanda di Aceh diterbitkan oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh tahun 1982 berdasarkan buku referensi dari Anthony Reid, ”Indonesian Diplomacy a Documentary Study of Atjehnese Foreign Policy in The Reign of Sultan Mahmud 1870-1874”, JMBRAS, vol.42, Pt.1, No.215, hal 80-81 (Terjemahan : R. Azwad).
Kerjasama yang ditawarkan Kerajaan Aceh itu mendapat tanggapan dari Khalifah Turki Utsmani. Khalifah Abdul Aziz segera mengirimkan surat balasan disertai alat-alat perlengkapan perang (termasuk meriam yang kemudian dinamakan dengan meriam lada sicupak).

Selain itu, Sultan Turki juga mengirimkan bantuan berupa dua kapal perang dan 500 orang tenaga berkebangsaan Turki untuk mengelola kapal-kapal tersebut. Di antara 500 orang tersebut terdapat ahli-ahli militer yang dapat membuat kapal-kapal perang, baik ukuran besar maupun ukuran kecil. Mereka juga mampu membuat meriam-meriam berukuran besar.
Turki juga memberikan sejumlah meriam berat beserta perlengkapan-perlengkapan militer lainnya kepada Aceh. Semuanya itu tiba di pelabuhan Aceh dengan selamat pada tahun 1566 atau 1567 M.

Mengenai bantuan dua buah kapal dan 500 orang awak kapal serta teknisi tersebut, C.R Boxer dalam A Note On Portugese Reactions of The Revival of The Red Sea Spice Trade and The Rise of Acheh, 1540-1600, menerangkan dalam paper nya pada acara konferensi Internasional Sejarah Asia di Kuala Lumpur yang diselenggarakan oleh Departement of History, University of Malaya, 5-10 Agustus 1968, bahwa para utusan Aceh yang berhasil sampai ke Turki itu telah mampu meyakinkan pihak kerajaan Islam terbesar itu mengenai keuntungan perdagangan rempah-rempah dan lada di Nusantara.

Keuntungan ini, kata dia, akan tercapai apabila orang-orang Portugis yang berada di Malaka berhasil diusir oleh pasukan Kerajaan Aceh dengan bantuan Turki.
Dalam suratnya, Sultan Turki juga mengatakan sejak saat itu Aceh selaku negara bawah angin yang berada di selat Malaka merupakan negara lindungan Imperium Turki di bawah pemerintahan kekhalifahan. Artinya, siapapun yang mengganggu kedaulatan Aceh, berarti akan berhadapan dengan pemerintahan kekhalifahan Turki.

Selain tahun 1563 Masehi, hubungan antara Turki dengan Aceh kembali dilakukan dan diperkuat tiga abad setelahnya yaitu tahun 1850. Kerajaan Aceh yang diperintah oleh Sultan Ibrahim Mansyur Syah mengirim Sidi Muhammad sebagai utusannya ke Turki.

Melalui sepucuk surat, Sultan meminta agar Turki bersedia melindungi Aceh dari rongrongan Inggris dan Belanda. Sebagai hasilnya, Sultan Abdul Madjid dari Turki mengeluarkan dua pengumuman resmi kerajaan yang berisikan kesediaan Turki untuk memenuhi permintaan Sultan Ibrahim dan pengukuhannya sebagai Sultan Aceh (pada saat itu, Sultan Ibrahim Mansyur Syah adalah pemangku Sultan, 1837-1857 dan baru saja dinobatkan sebagai Sultan Aceh menggantikan sultan Ali Iskandar Syah yang memerintah Kerajaan Aceh sebelumnya).

Sultan Abdul Madjid juga menginstruksikan Gubernur Yaman agar selalu memperhatikan dan mengawasi kepentingan Aceh. (Anthony Reid, op. cit, hal. 84).
Dukungan positif yang ditunjukkan Turki ini, tentu saja disambut gembira oleh Sultan Ibrahim terutama yang berkaitan dengan isi pengumuman kedua, dimana Turki memberikan dukungan politis kepada Sultan Ibrahim untuk menjadi sultan Aceh.

Sultan Ibrahim Mansyur Syah juga mendapatkan Bintang Penghargaan (Mejidie) dari Sultan Turki sebagai ungkapan balas jasa atas kepercayaan Aceh terhadap negara tersebut.

Namun, mengenai bantuan senjata yang diharapkan oleh Aceh, sampai pecahnya perang Belanda di Aceh (1873) tidak pernah tiba dari Turki.
Perlu diketahui, berdasarkan pemberitaan dari Reuters, Turki sempat memberangkatkan puluhan kapal perang menuju Aceh guna membantu menghadapi Belanda. Namun, akibat informasi yang dikeluarkan oleh Reuters tersebut, Kerajaan Turki urung ikut campur tangan disebabkan adanya tekanan negara internasional. Saat itu imperium Turki sudah tidak kuat lagi seperti pada masa kekhalifahan.

SEGARKAN MATA - 19:46

Monday, 4 March 2013

Aleksandria Permata Mediterania

Monday, 4 March 2013

Kota itu merupakan salah satu dari tujuh keajaiban kuno. Aleksander Agung dari Makedonia mendirikan kota ini pada 331 SM di sebelah barat Delta Sungai Nil. Dia  menjadikan kota tersebut menyandang nama kaisar penakluk Persia dan penjelajah Asia, Aleksandria.

Kota pelabuhan yang terletak di utara Benua Afrika ini pernah memiliki perpustakaan terkenal yang dibangun tiga abad terakhir SM. Diodorus Siculus pada abad pertama SM menggambarkan Aleksandria sebagai “kota pertama di dunia yang beradab”.
Dengan kekayaan khazanahnya, Aleksandria turut membesarkan para filsuf Yunani, seperti Euklides, Ptolemeus, dan Eratosthenes. Setiap yang hidup di kota ini, seperti Mark Anthoni, Cleopatra, Julius Caesar, ahli matematika Hypatia, memberi kontribusi terhadap pembangunan Aleksandria menjadi sebuah kota metropolis lengkap dengan istana megah, kuil, dan bangunan publik yang dihiasi dengan paduan kemewahan Eropa, Afrika, dan Timur. Walau didirikan di Mesir, Aleksandria merupakan kota kosmopolitan yang membawa kultur Yunani-Romawi.

Ahli geografi Yunani Strabo mengunjungi Aleksandria sekitar tahun 20 SM. Dia menyebut, Aleksandria sebagai kota yang penuh dengan gedung-gedung megah dan sakral. Strabo menambahkan, Aleksandria adalah kota terbesar dan satu-satunya kota di Mesir yang ramai dengan perdagangan lautnya karena kondisi pelabuhan yang dikelola dengan baik. “Tidak hanya itu, di kota ini perdagangan lewat darat pun juga berjalan lancar karena Sungai Nil yang mengalir menjadi penghubung,” tulisnya.

Akhirnya, Aleksandria ditaklukkan oleh pasukan Muslim di bawah pimpinan Amr Ibn al-Ash pada 641 M yang mengakhiri era Greco-Roman. Tidak hanya menguasai Aleksandria, Islam juga menguasai kota-kota pelabuhan lainnya di Mediterania. Dalam waktu 80 tahun sejak kematian Nabi Muhammad, tulisan sejarawan Belgia abad pertengahan, Henri Pirenne, Islam mulai merambah Turkistan hingga Samudera Atlantik dan kemudian menggantikan Kristen yang pernah menguasai pantai Mediterania. “Tiga perempat dari pesisir laut Aleksandria yang merupakan pusat dari budaya Romawi sekarang menjadi milik Islam,” tulisnya.

Karena posisinya yang rentan terhadap serangan armada Bizantium, khalifah Umar bin Khattab memerintahkan Amr agar memindahkan pusat kekuasaan dari Aleksandria ke daerah yang lebih terlindungi. Fustat yang terletak sekitar 225 kilometer sebelah tenggara pusat kekuasaan Mesir dipilih sebagai ibu kota baru.

Berdampingan dengan aliran Sungai Nil, Fustat berkembang menjadi pusat perdagangan baru dan Aleksandria berubah menjadi kota pesisir pedalaman di Mediterania. Dalam beberapa ratus tahun kemudian, Fustat menjadi kota terkaya di dunia. Ini ditulis ahli geografi Persia al-Qazwini. Komoditas perdagangan yang melewati Laut Merah dan Samudera Hindia pasti melewati kota ini.

Di bawah Dinasti Fatimiyah (969 M-1171 M), pasar di Kota Fustat penuh dengan barang-barang dari Jeddah dan Hijaz, Sana’a, Aden, Muskat, India, dan Cina. Barang-barang yang diperjualbelikan, di antaranya rempah-rempah, mutiara, batu mulia, sutra, porselen, kayu jati, kain, kertas, parfum yang belum ada di Eropa ketika itu.

Meski Fustat tumbuh menjadi kota yang gemerlap, mengalahkan Aleksandria, kota pelabuhan itu tidak lantas menjadi terpencil. Kota ini tetap mempertahankan dirinya sebagai pelabuhan Mediterania yang cukup penting dan makmur yang menghubungkan antara Timur dan Barat, Muslim, Kristen, dan Yahudi. “Tanpa Kota Aleksandria, seluruh Mesir tidak bisa bertahan hidup,” tulis seorang pengamat Venesia abad pertengahan.

Selama beberapa abad pertama pemerintahan Muslim terjadi perubahan di Aleksandria. Sistem administrasi yang sebelumnya menggunakan sistem pemerintahan Bizantium tetap dilanjutkan dengan perubahan kecil. Namun, perpustakaan Aleksandria yang sebelumnya menjadi pusat pembelajaran Helenistik mulai menghilang pada abad kelima. Para pejabat pemerintahan Islam yang menguasai Aleksandria tetap mengagumi jalan-jalan lebar di kota itu, yang di kiri kanannya dipenuhi maha karya arsitektur, berupa bangunan-banunan berpilar marmer yang indah dan rumit, sumur air, istana, kuil yang mewah.

Ahli geografi abad ke-10 M Ibnu Hawkal menyebut, Aleksandria sebagai salah satu kota yang terkenal dengan barang antik yang luar biasa. Memang, di Aleksandria banyak terdapat barang antik dan monumen otentik warisan mengesankan kerajaan dan kekuasaan yang pernah singgah di kota tersebut. Abad ke-12 M, ahli geografi Andalusia Ibn Jubair menulis mercusuar Aleksandria terkenal yang selama berabad-abad telah memandu kapal dari seluruh dunia. Cahayanya bagai kilauan permata di Mediterania.

Aleksandria tetap menjadi pusat persaingan antardinasti Islam dan juga menjadi sasaran invasi tentara Salib dari Eropa. Salah satu serangan yang paling terkenal terjadi pada 1365 M. Namun, serangan pasukan Salib tak menghambat hubungan perdagangan antara pedagang Arab dan pedagang Eropa. Memang, perdagangan merupakan kegiatan penting yang dihargai di negeri-negeri Muslim. Hal tersebut tidak terlepas dari Kota Makkah yang terkenal sebagai kota perdagangan dan Nabi Muhammad yang juga seorang pedagang.

Aleksandria sejak abad ke-10 M merupakan kota tertutup. Namun, pesonanya sebagai kota pelabuhan membuat negara seberang Mediterania, terutama Italia, tertarik untuk menguasai kota ini. Walau pusat operasinya di Levant atau wilayah timur Mediterania, para pedagang dari Pisa, Genoa, Marseille, dan Barcelona tetap merasa perlu untuk berlabuh di Aleksandria.

Alasannya, di pelabuhan Aleksandria datanglah beragam komoditas perdagangan barang mewah ketika itu, seperti sutra cerah dari Spanyol dan Sisilia, rempah-rempah, seperti lada, jahe, kayu manis, dan cengkeh dari Timur, budak dari Rusia selatan, karang dari Mediterania, minyak zaitun, kayu, aromatik, parfum, dan logam, termasuk besi, tembaga, dan timah.

Sedangkan, dari bumi Mesir menghasilkan jeruk lemon, gula, kismis yang bertumpuk di dermaga dan siap dikirim ke pasar Eropa. Flax, bubuk yang terbuat dari tanah mumi Mesir dan diyakini dapat menyembuhkan menjadi obat yang banyak dicari di Eropa, juga menumpuk di Aleksandria untuk diekspor. Salah satu saudagar Inggris pernah meminta agar dikirimkan sebanyak 600 pon bubuk flax ke tanah airnya.

Perdagangan yang ramai di Aleksandria bukanlah alasan satu-satunya para pendatang asing ke kota pelabuhan ini. Pada abad ketujuh hingga abad ke-16 M, Aleksandria menjadi pelabuhan penting jika ingin mengunjungi tempat-tempat suci di kawasan itu, yaitu Mesir, Makkah, atau Yerusalem.

Minat para peziarah menuju kota suci tersebut karena terdapat beberapa gereja dan biara-biara di sekitar Aleksandria serta lokasi Lembah Nil yang diyakini sebagai tempat pengungsian Yesus dan keluarganya selama di Mesir. Posisi Aleksandria sebagai tempat transit untuk perjalanan wisatawan ke Makkah dan Madinah membuat kota ini menerima pengunjung dan peziarah dari Afrika Utara dan Andalusia. Salah satunya adalah Ibnu Battuta, penulis sejarah terkenal abad 14 asal Maroko yang mengunjungi kota tersebut sebanyak dua kali selama hidupnya.

Namun, ketika Portugis menemukan rute laut menuju India dengan cara memutari Benua Afrika di Tanjung Harapan pada 1498 M, akhirnya membuat Aleksandria menjadi sepi. Ditambah lagi, pada saat itu kanal yang menghubungkan Aleksandria ke Kairo melalui Sungai Nil tertimbun lumpur sehingga membuat para pedagang asing berusaha mencari pelabuhan alternatif.

Selain itu, wabah peyakit pernah menyerang kota ini. Antara 1347 M hingga 1459 M, tidak kurang dari sembilan gelombang wabah menewaskan 200 jiwa per hari. Sekretaris Duta Besar Venesia pada April 1512 M menceritakan, wabah itu membuat para pedagang mencari rute perdagangan baru di tempat lain. Kini, Aleksandria lebih banyak didominasi oleh bangunan tinggi blok apartemen beton dan lalu lintas jalanan. Aleksandria mungkin tak sepenuhnya memancarkan kembali kilau tuanya. Namun, perannya sebagai titik pertemuan bagi berbagai ragam budaya dan kepercayaan tak akan terlupakan.

Rumah peristirahatan khusus yang disebut funduq dibangun untuk para pedagang yang singgah di kota pelabuhan Aleksandria, terutama mereka yang datang dari Eropa. Sementara, para pedagang Muslim bebas untuk menentukan tempat bermukim  di mana pun di Aleksandria. Funduq dibangun di sekitar halaman tengah gudang agar mempermudah transaksi bisnis dan pemindahan barang dagangan.

Beberapa negara yang berdagang mendapatkan hak istimewa atas funduq. Venesia, misalnya, pada funduqnya terdapat sebuah gereja, pemandian, dan diperbolehkan membawa roti, keju, dan barang-barang lainnya bebas pajak. Salah seorang pedagang Venesia Benjamin dari Tudela Spanyol mengungkapkan, pedagang dari 28 negara Eropa pernah singgah di Aleksandria pada 1170 M, termasuk negara yang berada di luar Mediterania, seperti Denmark, Irlandia, Norwegia, Skotlandia, dan Inggris.

Aleksandria pada abad pertengahan menjadi titik pertemuan antara kepercayaan, budaya, dan perdagangan. Pendeta abad ke-12 M Guillaume dan sejarawan Tirus menulis, orang-orang dari Timur dan orang-orang dari Barat bertemu di kota ini. “Aleksandria seperti pasar besar dari dua dunia,” tulis mereka.

Namun, Perang Salib tidak hanya menghancurkan hubungan antaragama. Akibat perang tersebut, Paus memberlakukan embargo total perdagangan dengan Muslim. Akibatnya, pengunjung asing yang pergi ke Kota Aleksandria di bawah pengawasan ketat. Non-Muslim dilarang untuk memasuki pelabuhan barat dan beberapa pasar di Kota Aleksandria yang membatasi kewarganegaraan atau etnis para pedagang. Pada saat Perang Salib, Sultan Salahuddin al-Ayyubi melarang pedagang non-Muslim memasuki Mesir, begitu juga sebaliknya. [republika]

SEGARKAN MATA - 11:29

Sunday, 3 March 2013

MISTERI TABUT NABI MUSA

Sunday, 3 March 2013

“Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja ialah kembalinya Tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan daripada Tuhanmu dan sisa daripada peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun. Tabut itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu jika kamu orang yang beriman.”(al-Baqarah: 248)

TABUT sebagaimana yang diceritakan dalam al-Quran adalah satu anugerah Allah kepada Bani Israel. Di dalamnya terdapat sebuah kitab suci. Ia berukuran tiga hasta panjang dan dua hasta lebar. Ia mempunyai berbagai-bagai keistimewaan. Tabut tersebut boleh memberikan ketenangan dan semangat kepada sesiapa sahaja yang melihatnya. Ia mampu mengalahkan pihak lawan dalam peperangan. Sekiranya Tabut itu dibawa ketika berperang, sudah pasti pihak musuh akan berasa gentar dan tewas.


Malangnya, Bani Israel tidak tahu mensyukuri anugerah yang diberikan itu. Mereka mengingkari segala perintah Allah s.w.t.. Mereka banyak memalsukan kitab suci mereka. Mereka juga ingkar dengan ajaran Nabi Samuel. Pada zaman tersebut, Nabi Samuel diutuskan oleh Allah untuk menyeru mereka ke jalan kebenaran. Semasa kecil Nabi Samuel telah dididik dan dibesarkan oleh orang yang alim. Baginda kemudiannya diajar dengan ajaran Nabi Musa dan juga kitab sucinya iaitu Taurat. Setelah dewasa dan menjadi utusan Allah, Nabi Samuel mula berdakwah kepada Bani Israel supaya menyembah Allah tetapi mereka ingkar. Malah, mereka tidak percaya akan kenabian Nabi Samuel. Mereka menuduhnya sebagai pendusta. Bani Israel telah mencabarnya agar menunjukkan bukti kenabiannya. Lalu Allah menarik balik keistimewaan yang diberikan kepada Bani Israel itu. Dia menukarkannya dengan memberi kekuatan dan keberanian kepada orang-orang Palestin. Ketika Palestin berperang dengan Bani Israel, mereka berjaya mengalahkan Bani Israel dengan mudahnya. Bani Israel telah diusir dari Jerusalem. Tabut yang menjadi azimat mereka selama ini telah dirampas.
Gambar di atas merupakan gambaran replika benda yang paling ditakuti pada masa Perjanjian Lama. Setidaknya begitulah gambarannya. keberadaanya dulu begitu kuat dan sangat berpengaruh terhadap bangsa Israel semenjak peristiwa exodus keluar dari Tanah Mesir. Namun, benda itu kini telah hilang ditelan masa, lenyap dari sejarah, dan tak ada yang tahu dimana letaknya sekarang. Postinganku kali ini akan mencoba mengisahkan sejarah dari benda tersebut. Dimulai dari Yerusalem, Kota yang mungkin terlalu suci bagi banyak orang. Di tengahnya terletak sebuah bukit bernama Gunung Moria, yang kini menjadi situs Dome of the Rock / Qubbah As-Sakhrah yang luar biasa. Selain Dome of the Rock, dikompleks tersebut (Al-Haram ash-Sharif) terdapat Masjidil Aqsha. Dari sini, Muhammad s.a.w dinaikan ke langit (Sidratul Muntaha) dalam peristiwa Mi’raj. Jauh Sebelum itu nabi Isa a.s menyembuhkan orang buta dan sakit di sini, sehingga kaum Kristiani juga menyebutnya tanah suci. 1000 tahun sebelumnya, nabi Sulaiman a.s membangun bait aslinya di gunung ini untuk menyimpan benda misterius yang disebut the Ark of the Covenant / Tabut perjanjian.

Di masa itu, tempat ini adalah pusat dari agama Yahudi. Bagaimana tabut itu sampai disini dan bagaimana bisa lenyap dari sini? itulah teka-teki yang mengundang obsesi. Apa yang terjadi pada benda terpenting di perjanjian lama ini sehingga bisa lenyap begitu saja? Kisah Tabut itu berawal lebih dari 3000 tahun yang lalu. Seseorang memimpin 2 juta orang ke Gurun Sinai. Orang itu adalah Moses/Musa a.s yang memimpin kaumnya keluar dari perbudakan di Mesir. Tiga bulan mengembara setelah mukjizat terbelahnya laut merah, Ia membawa orang Israel ke Gunung Sinai. Tuhan akan melimpahkan hadiah yang belum pernah ada bagi umat manusia. Dari ratusan hukum yang ada di dalam Perjanjian Lama semuanya seolah diturunkan dari suatu tempat. Tapi tidak dengan 10 hukum besar yang dibawa Musa turun dari Gunung Sinai ini. Ada sepuluh perintah Allah yang diturunkan kepada Musa di Gunung Sinai, dan perintah-perintah itu tertulis pada dua loh batu. Musa juga membuat tempat/wadah yang digunakan untuk menyimpan sepuluh perintah Allah yang disampaikan kepadanya di Gunung Sinai ,yaitu apa yang kita sebut sebagai Tabut Perjanjian. Tabut itu dibuat sangat spesifik, berwujud peti kayu dengan panjang 1,2 meter, lebar 61 cm, dan tinggi 61 cm. Terbuat dari kayu keras yang disebut akasia, bagian luar dan dalamnya disepuh dengan emas murni. Di sudut-sudut tabut harus ada 4 cincin emas, dimana kayu pengusung yang juga disepuh dengan emas dapat dimasukkan untuk membawa Tabut tersebut. Tutupnya yang juga disebut sebagai “tumpuan kaki tuhan” harus juga terbuat dari emas murni, dimana Patung Mailakat bersayap emas (kerubim) juga diletakkan di ujung-ujung atasnya dan saling berhadapan.
Ilustrasi mengenai turunnya 10 Perintah Allah di Gunung Sinai yang disampaikan kepada Musa
Tabut itu berfungsi sebagai sambungan langsung bagi Musa pada Tuhan. Akan muncul awan cerah diatas tutup emas di antara kerubim itu saat Tuhan ingin menyampaikan sesuatu pada hamba-Nya. Tuhan memerintahkan hanya pendeta dari suku Lewi yang bisa membawanya. Berat tabut itu mungkin beberapa ratus pon, tapi menurut legenda ia bisa terangkat sendiri walaupun tidak ada seorangpun yang mengangkatnya. Tidak ada seorangpun, bahkan pendeta Lewi yang boleh menatapnya. Jadi, mereka selalu menutupinya dengan kain biru dan kulit binatang. Sejak awal, tabut itu sudah menampakkan sisi berbahaya. Beberapa hari kemudian, dua keponakan Musa mencoba memberikan persembahan kepada Tabut itu dan keduanya langsung mati terbakar. Menurut legenda, kerubim itu memercik tanpa henti, menghanguskan orang dan benda yang menyentuhnya.

Tabut itu mendampingi Kaum Israel 40 tahun lama-nya selama mereka mengembara dan berperang. Bersama tabut itu, orang Israel mampu menaklukkan tanah yang dijanjikan. Benda ini mengandung kekuatan dan kepentingan yang tak terbayangkan. Menurut cerita dalam Alkitab Yahudi, tabut itu dibawa di depan pasukan dalam setiap pertempuran, tiap pertempuran selama penaklukkan orang Israel akan tanah Kanaan. Ia terus menerus dibawa dalam perang agar musuh dapat terkalahkan dan Tabut itu akan selalu berada di garis depan. Ada catatan luar biasa bahwa tabut itu terangkat dari tanah dan terbang menuju kearah musuh sambil mengeluarkan suara-suara erangan. Satu orang malang bernama Uza, hanya berniat menstabilkan Tabut tersebut saat tampak goyah sewaktu diangkat oleh para pendeta Lewi, dan ia langsung mati terbakar. sesudahnya, Musa memerintahkan agar dibuatkan kemah/tenda untuk meletakkan Tabut itu. Bukan untuk melindunginya dari orang, tapi justru sebaliknya.
Kemenangan militer pertama dan paling terkenal dari tabut itu yaitu runtuhnya tembok kota Yerikho/Jericho. Pendeta Lewi yang bertugas membawa Tabut, mengangkutnya mengitari kota bertembok itu sekali sehari selama 6 hari. Di hari ke-7, mereka berkeliling 7 kali dan menyuruh meniup sengkala. Seketika itu juga tembok kota itu pun runtuh. Route of the Exodus 300 tahun kemudian, Tabut itu meninggalkan orang Israel dan dampaknya sangat buruk bagi mereka. Saat pendeta tinggi mengabaikan kewajiban kurban mereka , Tabut itu tak melindungi mereka dalam perang melawan orang Filistin. 30 ribu orang tewas dan orang Filistin mengambil tabut itu. Namun, tujuh bulan kemudian orang Filistin mengembalikannya. Wabah borok dan tikus merebak akibat Tabut itu. Akhirnya, di bawah King David ( Daud a.s ), orang Israel bisa mengalahkan orang Filistin, lalu memenangkan pertahanan terakhir dari pihak lawan. Kemudian, Kota Yerusalem yang dijadikan ibukota. Tuhan menyuruh Daud mendirikan Bait Suci untuk menempatkan tabut tersebut, tapi puteranya Salomo/Sulaiman a.s yang mebangunnya. Karena kasus itu, Gunung Moria menjadi “titik tertinggi” di dalam kota tersebut. Visi Salomo untuk Bait itu tak seperti yang pernah dilihat orang.
Gereja Zion of Mary di Axum Utopia adalah dipercayaai tempat dimana Tabut tersebut disembunyikan
Hanya kayu cedar dan batu terbaik yang dipakai untuk membuatnya, dan titik tertingginya menjulang hingga 20 lantai. Salomo berhutang besar untuk membangunnya, karenanya ia harus memberikan 20 desa terdepan untuk kerajaan tetangga. Setelah memeriksa masih berisi dua buah batu sepuluh perintah Allah yang tersimpan didalam Tabut, Salomo lalu menempatkannya di tengah-tengah Bait Suci Mahakudus. Hanya pendeta tinggi saja yang bisa mendekati dan memasuki ruang penyimpanan tersebut, itupun mereka harus masuk dengan menggunakan pakaian khusus sambil membakar dupa. Lalu, bagaimana benda penting yang berisi kehadiran Allah bisa lenyap begitu saja? Sekarang, di manakah tabut itu berada? itulah teka-teki terbesarnya . Banyak orang masih mencari tabut tersebut hingga saat ini, dan itu dimulai dari Bait Suci yang dibangun Salomo sebagai tempat untuk menyimpan Tabut. Tapi kini, tak ada satupun artifak atau batu yang menunjukkan mana tepatnya tabut itu berdiri di Bukit Bait Suci Yerusalem. Tembok ratapan yang terkenal, mungkin sekarang merupakan situs suci Yahudi yang berharga. Tembok ini adalah merupakan sisa-sisa Bait Suci kedua yang dibangun berabad-abad setelah tabut itu lenyap. Sebagian penyembah di sini menunggu saatnya penghuni Bukit Bait Suci Dome of the Rock milik Islam hancur. Dan Bait Suci Yahudi ke-3 akan didirikan di tempat tersebut. Inilah salah satu faktor yang menimbulkan perselisihan hebat tanpa henti antara Israel dan Palestina hingga sekarang. Menurut Perjanijian Lama, Tabut itu ditempatkan disana sekitar 955 SM. Tapi, sekitar tahun 620 SM rujukan tentang artifak terpenting dalam agama Yahudi ini berhenti. Lenyap begitu saja dari sejarah. Hanya satu hal saja yang jelas, krisis sebesar bencara internal maupun eksternal yang bisa mengeluarkan Tabut itu dari Bait Suci. Krisis pertama yang sesuai dengan hal ini adalah serangan Fir’aun Mesir bernama Shishak, beberapa puluh tahun setelah Bait itu dibangun. Sekenario Shishak inilah yang mengilhami petualangan Indiana Jones di Mesir dalam film Indiana Jones : Raiders of the Lost Ark.
Ada sesetengah pihak mengatakan bahawa tabut tersebut pernah diangkut ke Yerusalem , ternyata tabut suci tersebut ada di Axum – kota bagian utara dari Etiopiatabut tersebut sudah disimpan disana sejak sekitar 3.000 th yang lampau, sejak kerajaan Salomo (Nabi Allah Sulaiman). Disimpan di dalam satu tempat rahasia, di dalam gua dibawah tanah dari gereja “Zion of Mary”. Gua tersebut dijaga dengan ketat oleh para imam dari keturunan raja Israel.
Tabut tersebut di simpan di dalam ruangan yang di kelilingi oleh tujuh tembok. Hanya ruangan dari tembok pertama sampai dengan ke empat bisa digunakan untuk berdoa oleh para imam disana. Dan untuk ruangan ke lima maupun ke enam hanya boleh dimasuki oleh para tetua imam saja. Sedangkan yg boleh masuk keruangan paling dalam atau ruangan ketujuh dimana tabut tersebut disimpan, hanya seorang imam pilihan saja, yakni yang menjadi penjaga dari tabut suci tersebut.

Imam penjaga tabut, tidak diperkenankan keluar dari gua tersebut, bahkan ia hanya diperbolehkan keluar sampai dengan keruangan ke enam saja, untuk mengambil makanan/minuman yg dibawakan oleh imam tetua lainnya. Ia harus tinggal diruangan tersebut selama hidupnya, bahkan ia harus puasa dan berdoa selama 225 hari dalam setahun. Apabila ia mati maka ia akan digantikan oleh imam pilihan lainnya. Kebanyakan penjaga di situ dipercayai akan mengalami buta dan menemuai ajal dalam keadaan tubuh mereka terbakar atau keracunan kesan dari radiasi dari tabut tersebut yang dikatakan mengandungi kesan radioaktif yang luar biasa sehinggakan sesiapa sahaja yang menyentuhnya juga akan menemui ajal.

Waallahualam,

Ulasan lanjut oleh Ustaz Sigit Pranowo al-Hafidz dalam tabut Nabi Musa Bhg II

SEGARKAN MATA - 03:56